KH Agus Salim – Kesederhanaan Yang Mengagumkan
“Meski pernah menjadi menteri lluar negeri, sang kiai berjualan minyak tanah eceran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keteladanan Tiada Terkira”
Rumah
kecil tanpa sambungan listrik itu terletak di gang sempit.perlu jalan
berliku sebelum kita dapat mencapainya. Saking sederhananya rumah yang
terletak di kawasan tanah tinggi, Jakarta pusat tersebut, didalamnya pun
nyaris tak ada perabotan berharga dan hanya memiliki satu kamar.
Penghuninya, sepasang suami istri dan kedelapan orang anaknya.
Siapa gerangan pemilik rumah teramat sederhana tersebut?
Ya, dia adalah tokoh pergerakan nasional,
KH Agus Salim. Sebagaimana pernah diceritakan Muhammad Roem, begitulah
keadaan rumah sang kiai sesaat sebelum Indonesia Merdeka. Namun,
bagaimanapun keadaannya, dia tetap menjalankan kehidupan sehari-hari.
Tak sedikitpun ia dihinggapi rasa minder. Bagi KH Agus Salim, hidupnya
tanpa gemilang harta adalah berkah yang harus disyukurinya. Baginya, tak
masalah dia hidup sederhana dan bahkan miskin.
Luar biasa, kesederhanaanya adalah ketika
KH. Agus Salim rela berjualan minyak tanah, sekadar
memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa rasa malu ia menjualnya dengan cara
mengecer, meski pada saat itu dia sudah pernah menjabat sebagai Menteri
Luar Negeri dan perwakilan tetap Indonesia di PBB. Bahkan saat ada acara
di Jogyakarta, KH.Agus Salim terpaksa membawa minyak tanah dan
menjualnya disana. Hasil penjualan minyak tanah itu, lanjut Roem,
dipergunakan untuk menutupi ongkos perjalanan Jakarta – Yogyakarta.
Begitulah KH Agus Salim, hidupnya yang
jauh dari kemewahan memang tidak membuat kiprahnya sebagai negarawan
yang tangguh terhenti. Dia, tidak juga memanfaatkan berbagai jabatan
penting yang di sandang untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya.
Adalah Profesor Schermerhom, seorang guru besar Belanda yang secara
terang-terangan mengagumi KH Agus Salim.
Menurutnya, sang kiai ini adalah
cendekiawan dan tokoh kenegarawan yang hebat. “Hanya satu kelemahan KH
Agus Salim (menurut Schermerhom), selama hidupnya, ia selalu saja
melarat dan miskin”, papar Schermerhom.
Benar, KH Agus Salim memang tidak kemaruk
harta. Dan, sikap itu pula yang berusaha dia tanamkan pada setiap
pemimpin. Tidak hanya kepada anak istrinya, namun juga kepada pejabat
lain di negeri ini. Salah satu yang paling dikenang adalah ceramahnya di
hadapan Bung Karno, Bung Syarir, dan Soeharto. Ketika itu dia
mengatakan “Memimpin adalah menderita, bukan menumpuk harta.”
Apa yang disampaikannya, jelas merupakan
refleksi bahwa KH. Agus Salim memandang politik dan jabatan bukan
sekedar sarana untuk mencari kekayaan atau kesejahteraan, namun sebagai
ajang untuk pengabdian. Sungguh, sebuah potret keteladanan yang
seharusnya menular kepada para pemimpin di jaman modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar